Rabu, 09 September 2009

makassar disneyland


mungkin title gue agak aneh kedengarannya karna makassar punya disneylan berikut beritanya

Indonesia segera punya tempat hiburan indoor terbesar di Asia. Namanya Trans Studio. Proyek berkonsep mirip Disneyland di Amerika itu kini dibangun di Makassar, Sulawesi Selatan. Ditargetkan rampung pada 9 September.

---

KOMPLEKS Trans Studio Makassar terletak di Tanjung Bunga. Sebuah kawasan niaga yang berdiri di tepian Pantai Losari yang terkenal indah itu.

Luas lahan Tanjung Bunga mencapai 5 ribu hektare. Lahan tersebut dulu adalah kawasan tambak dan permukiman kumuh para nelayan.

Pemkot Makassar kemudian menggusur permukiman itu dan menggantinya dengan membangun rumah susun modern yang bersih dan apik. Selanjutnya, lahan bekas tambak diuruk dan dibangun fasilitas kota modern, mulai convention hall hingga pusat perbelanjaan.

Sebentar lagi, kompleks Trans Studio Makassar segera hadir. Tak tanggung-tanggung, untuk membangun pusat hiburan dan gaya hidup itu, Chairul Tanjung, bos Trans Corp (Trans TV-Mega Bank Group) menanamkan investasi Rp 1 triliun.

Jika nanti benar-benar rampung, akses menuju kawasan tersebut cukup lancar. Dari Bandara Sultan Hasanuddin, hanya butuh 30 menit untuk mencapainya. Begitu keluar bandara, calon pengunjung bisa langsung masuk tol reformasi, dan keluar di pintu tol Biringkanaya. Setelah itu, masuk Jalan Nusantara Baru, Nusantara Lama, dan Sulawesi, kemudian memutar di Jalan Penghibur (jalan utama di Pantai Losari) untuk masuk kawasan Tanjung Bunga.

Secara umum arus lalu lintas lumayan lancar. Namun, begitu keluar tol, arus agak seret. Sebab, calon pengunjung harus melalui jalan kawasan pelabuhan dan perdagangan. Arus lalu lintas cukup padat. Tapi, begitu masuk kawasan Tanjung Bunga, tak perlu lagi takut macet. Jalannya mulai bergaya boulevard dengan taman yang memisahkan dua arus lalu lintas. Apalagi, bangunan niaga di kawasan tersebut belum seberapa ramai.

***

Sabtu pekan lalu (27/6) Jawa Pos me*ngunjungi megaproyek tersebut. Saat itu dikebut dua bangunan utamanya. Yakni, Trans Studio Makassar dan Menara Bank Mega. Dua bangunan itu menempati lahan seluas 16 hektare. Menara Bank Mega bakal berdiri 11 lantai. Sedang*kan Trans Studio Makassar memiliki luas dasar bangunan 4,6 hektare.

Nah, di gedung Trans Studio itu bakal berdiri dua bangunan spektakuler. Yakni, ge*dung pusat perbelanjaan yang disebut Trans Walk menempati lahan seluas 2,4 hek*tare dan theme park bernama Trans Studio Theme Park, me*nempati lahan se*luas 2,2 hektare. Bangunan inilah yang mengadopsi konsep theme park seperti di Disneyland dan Universal Studios. Pro*yek inilah yang paling dikebut oleh PT Trans Kalla Makassar agar bisa launch*ing 9 September 2009. PT Trans Kalla adalah pelaksana megaproyek tersebut. Perusahaan ini merupakan sinergi antara Chairul Tanjung (Trans Corp) dan keluarga Jusuf Kalla sebagai pemilik lahan.

Dari pengamatan Jawa Pos Sabtu pe*kan lalu (27/6), pembanguan Trans Studio Theme Park yang juga disebut Family Entertainment Center (FEC) itu sudah terlihat hampir rampung. Dari luar, gedung setinggi 20 meter itu sudah tampak komplet. Semua dinding bangunan seluas 2,2 hektare itu sudah tertutup. Dari barisan hotel di sepanjang Pantai Losari, bisa dilihat dengan jelas warna-warni dindingnya. Begitu pula bagian dalamnya.

FEC mengadopsi konsep theme park. Seperti yang sudah kondang di kolong jagat antara lain Universal Studios di Amerika Serikat, Disneyland di Ame*rika, Jepang, Eropa, dan Hongkong, lalu Gold Coast di Quensland, Australia, juga Dubailand di Dubai.

Theme park FEC memiliki empat theme. Yakni, Studio Central, The Lost City, Magic Corner, dan Cartoon Corner. Setiap theme memiliki wahana sendiri-sendiri.

Begitu masuk FEC, pengunjung akan di*bawa ke Amerika abad ke-19. Lorong utama terdiri atas jalan ''beraspal'' dengan lebar empat meter. Memang, bu*kan aspal betulan. Tapi, jalan utama itu diberi cat khusus berwarna hitam yang sangat mirip aspal. Jalan itu sen*diri menjadi lorong utama mobilitas pe*ngunjung. Mereka harus melalui jalan itu untuk keluar masuk semua wahana. Jalan itu juga diapit pedestrian crosswalk selebar dua meter.

Karena mirip jalan betulan, akan ada lalu-lalang kendaraan di jalan artifisial itu. Bahkan, pertunjukan jalanan pun bisa digelar di jalan utama itu. Bentuk pertunjukan jalanan ini mirip Police Academy Stuntman Show yang biasa digelar di Disneyland. Disajikan secara live dengan penonton yang melihatnya di pinggir jalan.

''Bisa jadi nanti ada seorang putri di atas kastil yang harus diselamatkan pa*ngeran. Pangeran akan bertarung de*ngan musuh-musuh yang jahat,'' kata Manager FEC Sutan Tigin yang menangani langsung implementasi desain wahana di lapangan.

Itu masih di jalan utama. Di sisi kanan dan kiri jalan, ada barisan pertoko*an dengan gaya bangunan lawas. Barisan toko itu juga menjadi pintu masuk wahana. Salah satunya wahana Studio Central. Konsep wahana ini adalah menampilkan pertunjukan khas Trans TV dan Trans7.

Di sini terdapat sebuah amphitheater de*ngan kapasitas 300 penonton. Peralatannya lengkap. Mulai panggung, sound system, hingga proyektor. Tepat di belakang panggung, sebuah layar raksasa di*le*takkan. Itu agar tiap kali ganti background, tak perlu susah-susah mengganti kanvas. Cukup menyorot dengan proyektor. ''Semua peralatan di sini standar studio satu Trans TV di Jakarta,'' ujar Sutan.

Nah, amphitheater tersebut digunakan untuk menggelar pertunjukan. Mu*lai Bukan Empat Mata, Ekstravaganza, dan pertunjukan khas yang ditampilkan di ja*ringan Trans TV lainnya. Mau siaran lang*sung bisa, tapping apalagi. ''Rencananya, satu bulan sekali atau dua kali kita hadirkan secara langsung artis-artis itu di sini. Biar masyarakat semakin dekat dengan pertunjukan Trans,'' katanya.

Masih di kompleks Studio Central, tepat di samping amphitheater, akan ada wax museums. Museum ini bukan untuk menyimpan benda-benda tua dan kuno. Konsepnya seperti Madame Tussaud's Museum di beberapa negara, seperti di London dan Hongkong. Yakni, di sana disimpan patung lilin artis-artis dan public figure dunia. Bedanya, yang dibuat patung lilin museum ini adalah artis-artis yang biasa main di Trans. ''Jangan ka*get kalau nanti ada patung Thukul,'' ujar Sutan lantas terkekeh.

Setelah Studio Central, theme selanjutnya adalah Magic Corner. Setting tempatnya bergaya Inggris abad ke-16 alias abad pertengahan. Bagi penggemar Harry Potter, nuansa theme itu tak terlalu asing. Nama-nama bangunan yang mengelilingi tempat itu pun didesain bernuansa sihir dan seram. Ada the Witches Cauldron (bejana penyihir), Unicorn Inn (penginapan unicorn), dan kastil-kastil tua. Bangunannya pun tampak kusam dan muram dengan dominasi warna hitam dan cokelat.

Di tengah-tengah theme, terdapat se*buah pohon besar yang tinggi menjulang hingga atap. Beberapa Jack O'Lantern (labu yang dibentuk wajah ma*nusia, iden*tik dengan perayaan Halloween di Ame*rika) dengan mata menyala tampak tergeletak di antara akar-akarnya yang besar.

Barangkali, pohon besar itu maksudnya biar mirip dengan Dedalu Per*kasa dalam kisah Harry Potter. Da*lam kisah la*ris itu, pohon tersebut bisa bergerak dan menangkap siapa pun yang mendekat.

Di salah satu sudut Magic Corner, di*letak*kan sebuah wahana permainan. Yakni, electroblast. Pengunjung akan me*naiki salah satu tempat duduknya. Alat tersebut membuat mereka melompat-lompat. Tadinya, tempat duduk pengunjung berbentuk kanguru, namun urung dilakukan. ''Permainan itu belum digunakan di tempat lain di Indonesia. Bahkan, di Ancol pun belum ada,'' cerita Sutan.

Namun, wahana utama di Magic Corner adalah yang terletak di pojok selatan theme. Namanya, Dunia Lain. Di dalamnya, pengunjung akan ditantang ''Uji Nyali''. Hantu-hantu negeri sendiri siap mem**buat jantung pengunjung deg-degan.

Wahana "Dunia Lain" terdiri atas sembilan zona. Antara lain rumah sakit tua, kamar mayat, kuburan, dan hutan bambu. Hantu-hantu yang disediakan adalah hantu lokal yang biasa tampil di dunia lain. Ada pocongkkkkan, kuntila*nak, dan jailangkung.

Teknologi hantu "Dunia Lain" pun terinspirasi film Harry Potter. Penggemar kisah penyihir itu pasti tahu, di sekolah sihir Hogwarts ada hantu-hantu bergentayangan. Mereka bisa berjalan hilir mudik dan bisa menembus tubuh manusia tiap kali berpapasan.

Nah, di "Dunia Lain" pun disediakan. Tapi, bukan Nearly-Headless Nick (Nick si Kepala Nyaris Putus) atau Bloody Baron (Baron Berdarah). Yang digunakan tetap hantu lokal. ''Kalau hantu lokal kan lebih seram daripada hantu impor,'' ujar Sutan.

Itu masih dua theme. Dua theme lain adalah Cartoon Corner dan The Lost City. Seperti namanya, Cartoon Corner berisi wahana khusus anak-anak. Ornamen yang dibangun pun penuh warna. Sementara, The Lost City menjadi theme Jejak Petualang. Di dalamnya diisi ornamen khas petualangan. Mulai hutan, hewan, hingga gua. Wahana unggulan di situ adalah water coaster yang didesain seperti suku pedalaman Inca.

Kata Sutan, tiap-tiap theme memiliki ''ruang waktu'' yang diatur dengan lightning. Magic Corner dan Studio Central menggunakan setting waktu malam hari. Sedangkan Cartoon City pagi hari dan The Lost City siang hari. ''Karena indoor, dengan setting lampu semuanya bisa diatur,'' ujarnya.

0 comments:

Posting Komentar